Monday 2 November 2015

Meneropong Imajinasi Antikolonial

Oleh Iman Zanatul Haeri

Membaca karya Anderson, kita tidak dapat mereduksinya menjadi satu tema pusat dan memahami struktur narasinya sebagai narasi tunggal. Terlebih bahwa judul buku ini sudah menyiratkan hal tersebut. Bagi para pembaca awam, tentu akan kesulitan memahami perubahan politik di tiga negara tersebut pada akhir abad ke 19; Spanyol sebagai simbol kekuatan kolonial tertua yang tengah sakit keras, Cuba dan Filiphina sebagai wilayah koloni terakhir Spanyol yang sedang dirundung pergolakan politik yang disebabkan oleh trend politik saat itu: Anarkisme; Nihilisme; gerakan Demokrasi yang terlambat; Marxisme; Komunisme dan Nasionalisme yang selalu berkawin silang satu dengan lainnya.
Di Bawah Tiga Bendera
Anarkisme Global dan
Imajinasi Antikolonial
Benedict Anderson
Marjin Kiri, 2015
378 halaman

Telaah lebih lanjut dari fokus kajian ini ternyata lebih luas dari yang kita kira. Situasi politik Spanyol; Filiphina dan Cuba dipengaruhi oleh situasi Politik di Perancis, Jerman, Jepang, Russia, yang terakhir Amerika Serikat. Semua itu dihubungkan oleh Anarkisme dan sikap anti-kolonial yang melewati batas-batas benua. Bahwa para tokoh Anarkis dan tokoh kemerdekaan daerah kolonial berjejaring dan membangun relasi komunikasi interpersonal di Negara-Negara tersebut. Lebih menarik juga, bahwa beberapa pelaku anarkisme dan penyebaran ide anti-kolonial dibahas secara rinci, memungkinkan kita untuk memahami lebih lanjut pilihan-pilihan politik, persinggahan ke berbagai negara dari beberapa situasi yang sifatnya pribadi dan ditentukan oleh perasaan-perasaan yang manusiawi.
Tema besar Antikolonial diawali dengan kisah perjalanan hidup bapak bangsa Filiphina, Jose Rizal. Memang pembahasan mengenai kehidupan, pemikiran, hubungannya dengan tokoh pribumi Filiphina sendiri[1] dan terutama novelnya yang memiliki pengaruh sangat besar Noli Me Tangere (Jangan Sentuh aku) dan El Filibusterismo (Subversif). Bukan kebetulan bahwa pada pertengahan abad ke-19, produksi novel-novel besar sebagai “Republik Global Kesusastraan” mulai meluas ke seluruh dunia. Dari Moby Dick karya Melville (1819), Max Havelaar karya E. D. Dekker dari Belanda (1860)[2], Karya Leo Tolstoi dari Russia (1828), novel karya Tagore dari Bengali (1861) hingga Natsumi Soseki dari Jepang (1867).[3] Tetapi, diawal penjelasan mengenai kehidupan Rizal, Ben Anderson mencoba melihat rekan sebangsa Rizal yang sesungguhnya memiliki kemampuan yang justeru melebihi Rizal dari segi kualitas. Orang itu adalah Isabelo de los Reyes.
Isabelo merupakan seorang antropolog pertama asal Filiphina yang mengusung Folklore. Baginya Folklore merupakan Ilmu baru. Folklore artinya “Kearifan lokal.” Memang kemunculan bidang kajian ini termasuk baru juga ditanah kelahirannya; Eropa. Menarik bahwa folklore sudah menjadi kajian di Inggris, lalu Perancis kemudian Filiphina! Dan spanyol, seperti biasa ketinggalan secara intelektual.[4]
Pertanyaannya sederhana, mengapa Folklore? Apakah tidak ada kajian lain yang bisa membangkitkan semangat juang nasionalisme? Hal ini terjawab dengan kondisi bahwa tidak ada yang tersisa bagi rakyat Filiphina sebelum Kolonialisasi—tidak ada sejarah yang tersisa.[5] Sudah disebutkan bahwa Islam dan Budhisme hanya memiliki pengaruh yang tipis terhadap rakyat Filiphina, maka wajar bila upaya kristenisasi masuk tanpa hambatan berarti. Dari sudut pandang ini, folklore dapat menggantikan kemegahan masa lalu.
Sikap Antikolonial Rizal satu paket dengan anti-katolik, sebab sampai dititik akhir, Vatikan selalu menunjukan sebagai pendukung politik kolonial Spanyol, ditambah dengan prilaku tidak adil pihak katolik Filiphina dengan penyerobotan tanah keluarga Rizal sebagai respon atas kritik rizal terhadap Katolik dalam novelnya, serta beberapa insiden tidak dibolehkannya Rizal menikah secara katolik.
Tetapi kemalangan penulis satu ini tidak hanya itu, rencana Rizal untuk hidup damai di sebuah wilayah di pulau Kalimantan gagal, nama besarnya malah merugikannya,[6] prilaku santunnya[7] yang tidak mengubah keputusan penangkapan atas dirinya; sampai eksekusi,[8] dan berkali-kali berusaha menunjukan ketidak terlibatannya atas perlawanan terhadap penguasa kolonial melalui surat-suratnya[9] terhadap Fernando Blumentritt yang sangat mengharukan.

     “saudaraku tercinta, Saat Engkau menerima Surat ini, aku sudah tidak ada. Esok pada           pukul 7, aku akan ditembak; namun aku tidak bersalah atas tuduhan melakukan                   pemberontakan.”

Ditengah penyangkalannya atas tuduhan-tuduhan tersebut, novelnya mampu menyajikan imajinasi Nasionalisme Filiphina yang menjadi motor pemberontakan Katipunan.[10] Ben, membuktikan berkali-kali bahwa pengaruh besar Rizal bukan berasal dari kehidupan pribadinya, namun dari pengaruh daya imajinasi yang dihasilkan oleh novelnya, sangat berbahaya dilihat dari kondisi politik saat itu. Meskipun itu hanya khayalan tentang masa depan Filiphina sekalipun. Disisi lain, anarkisme sedang tumbuh sebagai perpecahan dari perkumpulan Komunis internasional.[11] Berbagai upaya pemberontakan dan aksi anarkisme atau Bendera Hitam[12] untuk menjatuhkan kekuatan kolonial ini tidak hanya di Spanyol, tapi Perancis, Jerman, Amerika Serikat, Italia, Serbia[13] dan pembunuhan beruntun di Russia oleh kaum Nihilis.[14]
Seperti Sergei Nechayev hingga Vera Zasuclich. Yang terakhir ini adalah seorang yang pertama kali menerjemahkan karya Marx ke bahasa Russia. Pembunuhan tokoh politik yang paling gencar tersebut dibantu dengan ditemukannya Dinamit oleh Alfred Nobel.[15] Teror pembunuhan dimana-mana. Melaui tiga cara; Tikam, tembak dan ledak.[16] Disisi lain kekuatan Nasionalisme secara global mencapai Cina dan Jepang sebagai tempat pengasingan yang nyaman.
Lalu bagaimana peristiwa di Cuba, dan peran Tarrida yang cukup sentral melalui artikel-artikelnya yang sangat tajam mengenai kemerdekaan Cuba, Puerto Rico dan serangannya atas keberadaan Montjuich; sebuah penjara yang paling kejam di Spanyol, justru semua orang mengetahuinya melalui tulisan Tarrida.[17]
Situasi yang kompleks tersebut;  Anarkisme sebagai kekuatan baru yang menakutkan kekuasaan kolonial, serta kekuatan anti-kolonial yang imajinasinya mampu melewati batas-batas bahasa dan geografi diartikan sebagai kekuatan zaman globalisasi pertama yang meletus pada akhir abad ke-19.  Narasi ini kemudian dirangkai dengan kisah-kisah unik yang tidak mampu dijelaskan oleh kajian satu dimensi keilmuan. Disinilah akhirnya Ben Anderson disebut sebagai Astronomi Politik. Meneropong sejarah layaknya cahaya bintang melalui kegelapan dan Imajinasi. Cukup mengejutkan, bahwa untuk memahami babakan baru Globalisasi pertama ini, Ben Anderson mengutip istilah yang hanya ditemukan di Indonesia, yang ditulis Oleh Sutan Sjahrir. Ketika itu Sjahrir mencoba untuk menggambarkan kondisi saudara sebangsanya pada perjuangan kemerdekaan tahun 1945 dengan istilah “Gelisah”. Suatu kata yang sulit dicari padanan katanya dalam bahasa Inggris, yang makna semantiknya meliputi Anxious (cemas), trembling (gemetar), unmoored (tanpa pegangan), expectant (menanti-nanti).[18]
Jung Coffee, Rawamangun 28 Oktober 2015



[1] Mengenai hal ini, Ben Anderson membuat sub judul tersendiri sebagai “Keretakan dalam kelompok Nasionalis Imigran”. Narasi ini dimulai dengan terbitnya La Solidaridad oleh sekelompok Filiphina di Barcelona. Penerbitan ini berbarengan dengan beberapa jurnal marxist dan anarkis. Lihat, 146. Disinilah interaksi pertama Rizal dengan Del Pilar yang memiliki cita-cita kemerdekaan yang jelas, tetapi mendukung program Asimilasi Spanyol-Filiphina melalui kalangan politik Liberal di Madrid.
[2] Rizal mengakui sendiri dirinya banyak terpengaruh oleh novel Multatuli (Max Havelaar) Atau bila Max Havelaar adalah novel anticolonial pertama yang ditulis oleh orang Eropa sendiri, maka El Filibusterismo merupakan novel anticolonial yang pertama ditulis oleh pribumi/terjajah!, lihat, hlm.71
[3] Hlm.43
[4] Hlm.4
[5] Baik Isabelo dan Rizal tidak mampu menemukan, dengan perasaan menyerah, data historis bahwa Filiphina memiliki kebanggaan masa lalu yang patut diperjuangkan sebagai orientasi kemerdekaan. Lihat, Hlm 37. Untuk komparasi, bisa dibandingkan dengan Sejarah Kemerdekaan Indonesia. Perjuangan Kemerdekaan Indonesia dapat menemukan berbagai kemegahan masa lalu dari |Era Kemaritiman, kesultanan-kesultanan Besar hingga kerajaan-kerajaan besar era Hindhu-Budha seperti Sriwijaya atau Majapahit.
[6] “Bangsaku: sepulang dari Spanyol aku tahu bahwa namaku telah dipakai sebagai pekik perang dikalangan tertentu yang mengangkat senjata…” lanjutannya bisa dibaca, lihat hlm. 249-150.
[7] Tidak pernah terlibat dalam berbagai kegiatan subversive dan anarkis, membangun komunikasi yang intens dengan penguasa colonial, tidak menghentikan penguasa Kolonial Spanyol memukul rata dengan pelaku yang jelas-jelas melakukan tindakan tersebut. Atau lihat pengakuan Blanco, seorang kapten-jendral yang mengirimkan surat ke Madrid untuk membuktikan Rizal tidak terlibat pemberontakan. Lihat hlm. 243
[8] Memang semua pihak menyadari bahwa pihak kolonial terlalu terburu-buru mengeksekusi Rizal tanpa alasan hukum yang kuat, akan tetapi dilihat dari sikap kolonial, maka pengaruh Rizal terhadap setiap pemberontakan di Filiphina lah yang terlalu kuat, meski berkali-kali Rizal menyanggahnya. Rizal dieksekusi pada 30 Desember 1896, pada subuh, dieksekusi ditembak dari arah belakang oleh regu tembak. Adegan ini dijadikan monument oleh rakyat Filiphina, lihat hlm.252.
[9] Surat-surat yang mencapai 70 halaman ini surat yang sangat tebal yang pernah dibuat seorang Asia Modern dimasanya.
[10] Kelompok pemberontakan terbesar Filiphina akhir abad ke-19. Didirikan oleh Andres Bonifacio, tetapi ia di dihukum mati justru oleh tuduhan berhianat pada revolusi yang ia sulut sendiri. Ia dieksekusi oleh pihak Emilio Aguinaldo seorang walikota ambisius. Hlm.279-280
[11] Pada Umumnya kita ketahui bahwa Perpecahan ini diawali oleh perdebatan Marx dan Bakunin dalam melihat Negara di kongres Komintern, Lihat, hlm. 108-109
[12] Sub judul ini khusus menceritakan bagaimana kaum Nihilis Russia dan kaum Anarkis bercampuraduk untuk melaksanakan gerakan-gerakan terror pembunuhan politik yang disebut oleh ben Anderson sebagai Le Drapeau Noir (Bendera Hitam), lihat hlm.106-122
[13] Table pembunuhan politik selama 20 tahun sebelum Perang Dunia I, lihat hlm.114
[14] Pembunuhan terhadap Pangeran, Gubernur, Gubernur Militer St. Petersburg, kepala Polisi Rahasia, percobaan pembunuhan Tsar dan banyak lagi, lihat hl. 107-108.
[15] Lihat, 106
[16] Lihat gambar titik-titik pembunuhan global dalam peta hlm.118
[17] Tadinya merupakan seorang Liberalis yang semakin kiri dalam beberapa tahap. Lihat hlm. 258-261
[18] Lihat, hlm.188

Friday 30 October 2015

Kecupan Manis Sebuah Penantian

Oleh Hafid Ayatillah 

I’m back for you, my future


Raut muka itu terasa sangat berbeda, seakan mengisratkan sebuah kehilangan, tiap tatapan yang ia berikan menggambarkan luka yang teramat dalam, tangisan itu pun terdengar sangat jelas walau pun dalam relung hati. Entah mengapa, senyum itu puntera sasangat menyayat walaupun terlihat sangat menggairahkan. Malam itu terasa sangat kelabu namunsangatindah,karenacahaya sang dewi malam hadir ditengah-tengahnya. Seorang wanita terlihat murung, ia berjalan tanpa henti menuju suatu tempat dimana ia biasa ditemani dengan sunyi dan sejuknya malam.

            Delia, begitulah ia kerap disapa oleh teman – temannya, wanita yang tangguh, ceria dancerdas, namun dibalik semua itu ia adalah wanita penyendiri. Terduduk tenang, ia mulai merenung tentang semua yang ia alami, detik demi detik ia resapi hening nya suasana, pejaman itu bukan tak ada artinya, 

Apakah kehidupan ini hanya tak berpihak ke padaku?” begitu batinnya.

Perlahan tetesan air mata keluar dari kedua matanya yang sayu itu dan melewati pipi yang kian memerah akibat tangisannya, ia seakan kehilangan harapan, harapan tuk bahagia dengan apa yang sudah ia rencanakan dengan kekasihnya yang kini mungkin tak dapat ia perlakukan seperti dulu lagi. Semua harapannya kini sudah tinggal angan – angan dan mulai tersapu, terbawa oleh desiran anngin yang berhembus tenang. 

Ia membuka tas kecilnya dan mengeluarkan sebuah buku, buku catatan lebih tepatnya. Ia buka buku catatan yang bertuliskan “Dream” tersebut, lembar demi lembar ia buka, ia nikmati dan mulai meresapi, bercumbu dengan harapan yang mulai kini menjadi kenangan. Awal dari setiap halaman buku itu menggambarkan bagaimana benih – benih kebahagiaan muncul, yang kelak akan menjadi harapannya, halaman halaman selanjutnya terdapat berbagai dokumentasi dengan seorang pria kesayangannya, terlihat mereka sangat dekat dan tentunya bahagia. 

Tiap ia membuka lembar berikutnya, air mata yang keluar membasahi pipinya semakin deras dan seakan memecahkan keheningan malam. Disela tangisannya kadang terdapat senyum dan tawa kecil, tepat di tengah halaman dari buku itu terdapat secarcik kertas yang bertuliskan “Tunggulah aku, aku akan kembali padamu”.

            Selepas SMA Delia berpisah dengan pria pujaan hatinya itu, mereka dipisahkan oleh tuntutan pendidikan yang diamanahkan oleh orang tua mereka. Sebelum keberangkatan kekasihnya itu Delia sempat bertemu dan saling berjanji dalam secarcik kertas kalau semua ini bukanlah akhir, mereka akan dipisahkan oleh benua yang berbeda untuk waktu yang cukup lama karena kekasihnya akan menuntut ilmu di perguruan tinggi terkenal negara AS. Tahun awal adalah tahun terberat yang dialui Delia selepas kekasihnya pergi, dengan padatnya jadwal kuliah dan juga tugas yang tak kunjung usai, ia tetap teguh menjalani pendidikannya. 

Dalam kesibukannya Delia tetap sempat menghubungi kekasihnya itu dan hubungan komunikasi yang terjalin antara mereka sama sekali tidak mengalami masalah yang berarti. Tahun kedua dan ketiga hubungan mereka masih utuh karena saling memegang teguh dengan janji yang mereka buat. Tahun terakhir adalah tahun yang dinanti nanti oleh Delia, ia sangat senang karena tinggal menghitung bulan mereka akan bertemu dan tentunya akan saling melepas rindu, tetapi semua rencana itu akan jadi sebuah wacana saja karena sebuah moment yang menghancurkan hatinya berkeping – keping.

            Hari itu Delia seperti biasa melakukan rutinitasnya sebagai seorang mahasiswi, dan hari itu terasa sangat cepat bagi Delia. Sesampainya ia dirumah, ia mengecek e-mail nya dan mendapatkan satu pesan yang menjadi pertanyaan baginya. Pria pujaannya itu menuliskan pesan “i m sorry, i must to say good bye”, hati Delia bertanya tanya dan seketika yang ada dalam fikirannya hanyalah pesan yang pria itu kirimkan kepadanya. 

Air mata tiba tiba jatuh tak tertahankan, kini kegundahan menyelimuti hatinya dan fikirannya. Hari hari selanjutnya tak ada satupun pesan atau kabar dari pria pujaan hatinya itu, tekanan batinpun ia rasakan sampai rutinitas yang ia lalui kini menjadi tak karuan. Delia melakukan berbagai cara untuk mengetahui keadaan pasangannya itu, ia mencoba menghubungi ponselnya tetapi ternyata sudah tidak bisa dihubungi lagi, ia coba untuk menelusuri media sosial dan ternyata hasilnya nihil. Usaha usaha untuk menemukan dan hanya mencoba agar bisa mendapatkan paling tidak satu kabar dari pria tersebut sudah ia lakukan, sampai pada puncaknya ia hanya bisa pasrah dan hanya sekedar menunggu.

Suatu pagi Delia terbangun dari tidurnya yang terbilang sangatlah tidak berkualitas, ia hanya tidur dua jam setiap harinya sejak pesan itu ia terima. Ia langsung bersisap siap untuk menjalani harinya seperti biasa, yaitu menjadi mahasiswi. Siang itu matahari sangat terik memancarkan sinarnya, ia terduduk di bawah sebuah pohon sambil meminum jus yang telah ia beli sesudah perkuliahan tadi. Delia menolehkan kepalanya kepada suatu surat kabar yang tergeletak di sampingnya, memungut lalu membacanya. 

Seketika matanya terbelalak melihat sebuah berita yang membuat tubuhnya lemas dan memaksa air matanya jatuh dengan derasnya, disitu tertulis bahwa lab penelitian perguruan tinggi di AS terbakar dan menyebabkan puluhan korban jiwa. Ia teringat bahwa perguruan tinggi tersebut adalah tempat dimana pria yang sangat ia cintai menempuh pendidikan, Iapun menangis karena beranggapan bahwa pasangannya juga menjadi korban dalam peristiwa itu. Berita peristiwa itu menjadi titik puncak dimana ia berfikir kalau ia harus merelakan kepergian seseorang yang benar benar ia harapkan menjadi masa depannya.

            Setelah hal itu ia sering pergi ketempat dimana ia berjanji bersama, dan menunggu saat dimana mereka bisa bersama lagi. Ditempat itu ia selalu berdoa yang terbaik untuk pria kesayangannya dimanapun dan bagaimanapun keadaannya, ditempat itu pula ia kadang mencurahkan isi perasaan yang sedang ia rasakan dan berharap orang yang ia tuju bisa mendengarkannya.

            “Malam ini adalah tepat genap empat tahun aku berpisah, rasanya sangat berat untuk menyadari hal ini”, batinnya. Delia bersiap siap, tentu menuju satu tempat yang sangat berkesan baginya dan hubungannya dengan pria itu, ya tentu saja tempat dimana mereka saling berjanji. Tempat itu tidak terlalu jauh dari rumah Delia, suatu taman yang membuat pengunjungnya merasa tenang walaupun berada di tengah perkotaan yang sangat ramai. Tiap langkah kaki yang ia pijaki terasa sangat berat, mengingat ia masih belum bisa merelakan sepenuhnya bahwa sang pujaan telah tiada. tinggal beberapa ratus meter lagi ia sampai ke taman itu, entah mengapa semakin dekat dengan taman itu raut mukanya semakin murung tetapi ia tetap mencoba tersenyum sampai akhirnya ia telah sampai di taman itu dan duduk di bangku yang disinari oleh ranumnya cahaya lampu taman.


            Delia mengingat kembali janji yang telah ia ucapkan bersama di tempat ini, ia melihat ke sekitar tak ada satu orangpun yang berkunjung di taman ini. Rasa sesak di dalam hati tiba tiba timbul begitu saja, seiring hembusan angin ia memejamkan matanya meresapi keheningan suasana dan mencoba menenangkan perasaannya. Ia berkata ;

Hans, ini tahun ke empat semenjak kita berpisah disini. Aku harap kamu bisa mendengarkan apa yang kukatakan ini dimana dan bagaimanapun keadaan kamu saat ini, Aku akan tetap menunggu dan mengingat apa yang sudah kita janjikan, disini .. ditempat ini”.

Ketika ia selesai mengucapkan kata – kata itu, suatu suara memanggil namanya “Delia ...”, ia menoleh dan dengan segala kesadarannya ia menyadari kalau yang ada di depannya itu adalah pria yang selama ini ia tunggu, pria yang selama ini membuatnya resah, ia pun berdiri dan memeluknya erat. 

Aku tak akan mengingkari apa yang telah aku katakan kepadamu Delia”, bisik Hans kepada Delia.

Tak sepatah katapun yang Delia katakan, hanya tangis haru yang bisa menggambarkan perasaannya saat ini. Tangis itu seakan mengeluarkan semua yang ia tahan selama ini dalam relung hatinya yang paling dalam, semua rasa rindu seakan terbalaskan, semua penantianpun seakan terbalaskan. 

Hans menjelaskan mengapa ia menghilang begitu saja dengan meninggalkan berjuta pertanyaan pada sebuah pesan yang ia kirimkan, ia juga menjelaskan apa yang terjadi dengan perguruan tinggi tempat ia memperoleh pendidikan. Dengan satu pelukan penuh makna, Hans membisikkan satu kalimat yang membuat Delia merasa tenang dan membalas pelukan Hans, “I’m back for you, my future”.

Monday 26 October 2015

Kelucuan

Oleh Kenang Kelana

Tertawalah sebelum tawa di larang
Warkop DKI

Antara Tawa dan Bahaya
Kartun dalam Politik Humor
Seno Gumira Ajidarma
KPG, 2013
429 halaman

Kira-kira begitu memahami tawa dalam sketsa kekuasaan. Di atur sesuai apa yang in pada zamannya. Dalam banyak hal tawa menawarkan kepada kita sebuah kegembiraan, sebuah keceriaan yang dalam ilmu pengetahuan medis dan agama tawa adalah obat penyembuh termurah sepanjang zaman.

Di dalam buku ini, kita seolah disodorkan soal perangkat dalam ketertawaan, maksudnya adalah bagaimana tawa membutuhkan instrument layaknya sebuah pertunjukan. Ada subjek mentawakan dan ada objek yang ditertawakan.

Manusia punya peran dalam berkehidupan. Semua melengkapai dalam konteks keterbutuhan [sekelipun prihal keinginan tidak semua insan pernah merasakan] begitu juga dalam candaan yang menghasilkan tawa. Mesti ada orang atau peran untuk menjadi pihak yang ditertawakan. Dalam pergaulan hal ini bisa dan lumrah, terjadi seolah tanpa ada yang tersinggung atau marah sebab tawa kita adalah tawa semua orang.

Pada bab awal buku Antara Tawa Dan Becana kita akan disuguhkan dengan sekian banyak teori pendukung yang mampu menjelaskan pengertian tawa. Ini tanda bahwa tawa adalah hal yang serius banget!!!. Mulai dari Freud hingg kepada Bergson. Dalam prodaknya banyak orang menggunakan instrument karikatur untuk membuat tawa kita menjadi milik (dibaca) semua orang.  Ada Doyok, Oom Pasikom dll.
Seno Gumira Adjiedarma

Selanjunya pertanyaan yang akan menjadi menarik adalah apakah semua tawa adalah bahagia?!. Bagi saya persoalan tawa bukan hanya menjadi sekedar lucu (lucuan) untuk meraih kebahagiaan. Mira, begitu panggilan akrab sang penulis buku (Seno Gumira Adjiedarma) dengan prangkat semiotikanya melihat prodak tawa dalam bentuk kartikatur yang menjadi alat legitimasi untuk menunjukaan obsesi dan bahkan sesuatu yang sedang terjadi di sekeliling kita.

Beni & Mice misalnya—dua orang yang  telah menjadi satu kemudian bubar lagi belakangan ini—di dalam buku-buku karikaturnya yang sempat booming beberapa tahun terakhir ini menjadi pengingat kita akan situasi di Jakarta, dengan gambaranya tentang banjir, tentang tumbuh suburnya kelas menengah yang rapuh diperkotaan dan dalam nada yang satir ia menyebutnya dengan kelompok alay. Kesemuanya digambarkan dengan lucu dan jenaka serta ramah. Sekali lagi media tawa dalam bentuk karikatur menjadi alat representasi dalam kehiduapan sehari hari.

Cover Surat Kabar Perancis
Namun setali tiga uang dari itu, kita juga akan medapatkan kenyataan bahwa tawa yang kita bicarakan juga dapat menimbulkan bahaya, hingga menyebabkan kematian segala. dihukum alamnya, tawa adalah pelepasan ke-tak-sadar-an atas kondisi/politik identitas yang sedang berlangsung. Kita ambil contoh misal kartun Nabi Muhammad yang digambarkan oleh salah seorang kartunis Denmak yang harus mengalami bahaya bahkan ancaman kematian dari seseorang yang mengaku pembela Nabi Muhammad.

Pada zamannya, Warkop DKI membangun lelucon bagaimana aparat keamanan [mulai dari satpam sampai polisi lalu lintas] digambarkan sebagai sesuatu yang bodoh dan cenderung robotik. Padahal semua yang berbau instansi kenegaraan apa lagi kemiliteran terasa sangat tabu untuk dibicarakan, apalagi di “becandaiin”.

Salah satu cerita Warkop DKI memperlihatkan adegan dimana Dono, Kasino dan Indro ikut dalam rombongan latihan Satpam dan dipimpin oleh Boneng yang dalam cerita itu mempunyai seorang kembaran. Dan tanpa mereka sadari bahwa atasan mereka adalah seorang yang kembar dan kembaran dari komandan aslinya menderita penyakit ganguan jiwa. Betapa lucu kemudian para pemain film itu dipimpin oleh seorang yang sakit Jiwa.

Grup lawak Warkop DKI menjadi fakta nyata prihal tawa tidak bisa dibatasi atapun dilarang. Dengan konsekuensi logis bahwa yang kita tertawakan bermuatan Politis/Ideologis. Tawa mempunyai perannya sendiri, untuk apa yang kemudian diistilahkan oleh Gramsci sebagai Counter Hegemoni. Dominasi atas kenyataan yang menjadi objek tawaan adalah bukti keterkaitan antara tawa dan politik yang jelas menghasilkan bahaya dan ancaman.

Tawa dalah prodak zaman, setiap masa menghasilkan kondisi ketertawaannya masing-masing sesuai dengan kenyataan pada hari ini dan seterusnya.


Cempaka Putih. 07 04 2013 

Kuba, Fidel Castro dan Cita Cita Kesejahteraan

Oleh Kenang Kelana


Sebagai Awalan
Bendera Republik Kuba
Kuba bukan barang baru untuk dibicarakan. Namun cerita tentangnya bisa saja panjang dan mungkin saja bisa menjadi pelajaran bagi orang orang yang melihatnya dengan semangat anti penindasan. Kuba dari zaman kezaman mengalami fase yang sama seperti bangsa bangsa dunia ketiga lainya, tanah yang dicintai oleh rakyatnya juga air yang dimiliki dan udara yang menjadi syarat kehidupan bangsanya sempat dirampas oleh sekian banyak bangsa bangsa yang merasa unggul dalam peradaban.

Di bawah Sepanyol lalu kemudian Amerika diteruskan oleh bangsanya sendiri yang menjadi boneka kekuasaan barat dan akhirnya putus ditangan pimpinan revolusioner Kuba yakni F. Castro yang di hina oleh bangsa bangsa barat karena tidak menuruti kemauaan barat. bahkan sampai tulisan ini jadi dibuat, kucilan itu masih bertahan.
Sebagai bangsa dan sebagai Negara Kuba juga menjadi sesosok yang unik. Bisa kita baca secara historisitas sejarahnya, bagaimana kuba pada saat mengalami embargo ekonomi politik oleh Amerika.

Betapa kelimpungannya kuba dan betapa hancur perekonomian nasional kuba, perlu dicatat bahwa kebijakan apa yang justru diambil oleh kuba untuk menyelamtkan perekonomiannya yang sedang di embargo oleh kekuatan Amerika??.

Cerutu Khas Kuba
Kuba menyelesaikannya dengan menyelamatkan produksi tembakaunya yang terkenal samapai menjadi cerutu sesuatu yang khas dari Kuba. Sesuatu yang bisa saja dilihat oleh kita orang Indonesia sebagai sesuatu yang melanggar moral, sesuatu yang bisa di lihat dari kaca mata kesehatan ia merusak dan mematikan (katanya).


Negara ini pada masa masa pertarungan kekuatan besar dunia sempat menjadi kekuatan tangan dari salah satu kekuatan besar lainya, yakni; Uni Soviet. Bagai mana dunia mengalami situasi yang amat sangat mencekam karena produksi dan keberedaraan senjata pemusnah massal ada di mana mana dan siap diluncurkan atau ditembakkan kapan saja.

Kuba menjadi pangkalan perang Uni Soviet yang jaraknya tidak amat jauh dari Wosington-AS. USSR juga sempat melancarkan empat buah kapal bertekhnologi tinggi pada masanya yang pada awalnya tidak terdiktesi oleh angkatan laut AS. Ini bukti bahwa peperangan yang terjadi dan niat dari kedua kubu untuk saling menghancurkan sangat tinggi, dunia ada dalam situasi krisis – Crisis Misil.

Dalam selanjutnya kita juga akan mengetaui bagai mana Kuba dengan pemerintahan Sosialis ala Kuba-nya berhasil keluar bukan sebagai pemenang namun lebih tepatnya sebagai Negara yang mampu berdiri tanpa campur tangan kekuatan ekonomi pasar liberal. Kuba dengan kelompoknya mampu membangun New Historical Block bagi kehidupan ekonomi juga politiknya.

Hal ini juga yang sempat dibangun oleh Sukarno dengan gerakan non-blok nya dan Ganefo. Sesuatu yang menunjukan usaha dan pernyataan kepada dunia dan manusia bahwa tanpa Asing-pun suatu bangsa yang telah dan baru saja merdeka pun mampu bangkit dan mengatakan tidak pada sesuatu yang jelas jelas mencelakaan. nah.. sekarang mari kita mulai.

Situasi Dunia
Perang dingin telah berakhir. Simbol ideologi telah menemukan pemenangnya – kapitalisme merajalela. Hal ini didorong  juga oleh media yang berhasil mem-booming-kan thesis Fukuyama keseluruh dunia, namun hal itu tidak lama. Krisis yang beberapa kali terjadi di negara-negara pasar bebas bukan semata-mata krisis biasa tetapi krisis itu juga menghantam tatanan ekonomi global secara keseluruhan. Krisis yang terjadi merupakan mekanisme internal kapitalisme sendiri, ada kontradiksi di dalamnya, yang kapan waktu dapat meledak.

Di satu sisi kita menemukan negara negara yang sedang tumbuh tidak dibawah kaki AS(Capital). China – Venezuela – Iran - Nikaraguay sampai Kuba adalah bukti negara yang masih mampu bertahan bahkan berkembang ke arah yang lebih maju meskipun mereka mengacungkan moncong senjata kepada Amerika dan Eropa.

Dan media tidak mampu mengangkatnya menjadi sesuatu yang booming, sama seperti apa yang mereka lakukan pada thesis Fukuyama didekade awal tahun 90-an. dan ini terlihat bagaimana kemudian modal sampai mampu mengendalikan media sebagai alat pencitraan yang sesungguhnya ia (media) adalah sesuatu yang  independen dan tidak berpihak.

Kuba - Menebar benih Sosialisme
Pasca runtuhnya rezim boneka AS-Batista di Kuba, dunia semakin tercengang. Musuh AS bertambah, Amerika Latin ber Gerola menuntut untuk rakyatnya mampu dan tidak mau diganggu (intervensi) dari kekuatan AS yang pada dasarnya hanya menjadikan mereka budak murah tak berharga.

Fidel Castro
Pemimpin Rakyat Kuba
Fidel Castro dan pemerintahan revolusionirnya mampu bertahan dari serangan dan provokasi AS. Pembelokadeaan ekonomi politik yang di lakukan AS tidak mampu meruntuhkan keteguhan rakyatnya untuk tetap memilih merdeka 100% bahkan karena hal itu muncul keprihatinan yang menghasilkan solidaritas negara negara yang menentang AS terutama Uni-Soviet.

Ada banayak hal yang dilakukana kuba dalam membangun benih sosialismenya. Yang ini kemudian biasa dikatakana sebagai politik menutup diri atau tirai bambu. Setiap negara sosialisme dapat dibaca bahawa kemudian sebagai awalan pasti mereka melakukan itu, semisal contoh China dalam masa Mao juga Korea Utara yang sampai saat ini masih menjadi negara yang tertutup dari hal luar(tirai bambu).

Nasionalisasi aset aset negara dan pabrik pabrik milik AS yang berada di kuba, Pemerintahan terus melakukan kebijakannya menasionalisasikan semua perusahaan Amerika Serikat seperti perusahaan gula, 2 perusahaan elektrik Co, dan Cuban telephone Co, tiga buah bank. Penasionalisasian yang dilakukan oleh Castro dan rakyatnya tersebut tanpa adanya ganti rugi terhadap pihak Amerika Serikat. Amerika Serikat diperkirakan mengalami kerugian sekitar US $ 1,5 bilion.

Di wilayah agraria kuba melakukan reforma-agraria yang menjadi landasan awal untuk negara yang bercorak agraris agar dapat maju dengan agrarianya.pada tahun tahun Revolusi 1959 kuba telah melakukan nya dengan mengubah peternakan-peternakan, perkebunan-perkebunan milik AS menjadi pertanian Negara. Dan pada tahun 1962 pembaharuan tahap kedua pun dilakukan dengan mengambil alih 63% tanah terlantar menjadi milik negara dan di distribusikan kepada rakyatnya.

Akhir 2010 kemarin kita mendapat berita dari salah satu anggota dewan kita Rieke Diah Pietaloka yang baru saja menggunjungi negri Havana tersebut dan dalam salah satu media dia mengatakan bahawa “saya iri terhadap kuba.. sewaktu saya masuk rumah sakit saya tidak menenmukan adanya mekanisme pembayaran.. arinya GERATIS.. begitu juga di sekolah sekolah mereka.. saya iri dengan kuba..

Inilah yang dilakukan castro sejak awal selain kemudian ia terfokus dengan pabrik gula yang memang menjadi produksi tetap dari dulu dan agraria nya, ia tidak lupa bahwa salah satu cara untuk memotong mata rantai terkecil dari kapitalisme adalah dengan merebut alat produksi pengetauaan yang menjadi turunnya adalah pendidikan(sekolah-sekolah).

Dimasa masa krisis kuba, castro menginstruksikan rakyatnya untuk membangun pemukiman di daerah pedesaan dan menyerukan kepada rakyat kota untuk menyumbangkan tenaga mereka untuk bekerja dalam jangka waktu dari 2 minggu sampai 2 tahun. Dan di dekade akhir dari perang dingin pasca soviet runtuh kuba malah melakukan penolakan atas Revolusi Hijau yang menjadi gagasan dunia pada tahun pertengahan tahun 70-an.

Cita - Cita Kesejahteraan
Kuba menjadi salah satu contoh dimana kebenaran tunggal AS dan eropa atas klaimnya tentang the end of history-nya telah gagal. Pengkerdilan negara negara sosialis oleh AS menjadi ancaman balik ketika eropa di landa krisis capital yang menjadi turunan dari konflik internalnya sendiri. Negara negara yang selama ini di kampanyekan sebagai negara terbelakang dan ketinggalan zaman kini berusaha secara alamiah mencapai posisi yag sebenar-benarnya ia di tempatkan oleh masyarakat dunia. Krisis capital tidak mengganggu secara lebih kepada mereka yang sedang membangun block-social atau new histotical block punya skema sendiri dalam logika ekonomi yang lebih sehat.

Karena akan ada pertanyaan bahwa kenapa Kuba sebagai negara yang mempunyai pondasi awal sama dengan China tidak mampu sama seperti nya?? Kita juga harus mampu menilai secara objektif. Bahwa apa yang ada dan bisa dilakukan oleh kuba jauh berbeda dengan China. Secara geografis saja kita bisa melihat, juga soal Kuba yang amat dekat dengan AS sang Imperial, sadar atau tidak sadar bahwa logika Doktrin Truman dan Marsal Plan masih berlaku yang pada saat perang dingin ini dikeluarkan bahwa ada keharusan untuk pembendungan paham marxist menyebar ke mana mana.

Namun untuk ukuran negra yang cukup gersang dan kecil ini kuba masih dikatagorikan sebagai negara yang berhasil dalam mengelola alam dan sumber manusianya menjadi sesuatau yang disebut kesejahteraan. meskipun belum mencapai kesempurnaan.

@kenangkelana
03-11-2012