Oleh Iman Zanatul Haeri
Membaca karya Anderson,
kita tidak dapat mereduksinya menjadi satu tema pusat dan memahami struktur
narasinya sebagai narasi tunggal. Terlebih bahwa judul buku ini sudah
menyiratkan hal tersebut. Bagi para pembaca awam, tentu akan kesulitan memahami
perubahan politik di tiga negara tersebut pada akhir abad ke 19; Spanyol
sebagai simbol kekuatan kolonial tertua yang tengah sakit keras, Cuba dan
Filiphina sebagai wilayah koloni terakhir Spanyol yang sedang dirundung
pergolakan politik yang disebabkan oleh trend politik saat itu: Anarkisme; Nihilisme; gerakan Demokrasi yang terlambat; Marxisme; Komunisme dan Nasionalisme
yang selalu berkawin silang satu dengan lainnya.
Di Bawah Tiga Bendera Anarkisme Global dan Imajinasi Antikolonial Benedict Anderson Marjin Kiri, 2015 378 halaman |
Telaah lebih lanjut
dari fokus kajian ini ternyata lebih luas dari yang kita kira. Situasi politik
Spanyol; Filiphina dan Cuba dipengaruhi oleh situasi Politik di Perancis, Jerman,
Jepang, Russia, yang terakhir Amerika Serikat. Semua itu dihubungkan oleh
Anarkisme dan sikap anti-kolonial yang melewati batas-batas benua. Bahwa para
tokoh Anarkis dan tokoh kemerdekaan daerah kolonial berjejaring dan membangun
relasi komunikasi interpersonal di Negara-Negara tersebut. Lebih menarik juga,
bahwa beberapa pelaku anarkisme dan penyebaran ide anti-kolonial dibahas secara
rinci, memungkinkan kita untuk memahami lebih lanjut pilihan-pilihan politik,
persinggahan ke berbagai negara dari beberapa situasi yang sifatnya pribadi dan
ditentukan oleh perasaan-perasaan yang manusiawi.
Tema besar Antikolonial
diawali dengan kisah perjalanan hidup bapak bangsa Filiphina, Jose Rizal.
Memang pembahasan mengenai kehidupan, pemikiran, hubungannya dengan tokoh
pribumi Filiphina sendiri[1]
dan terutama novelnya yang memiliki pengaruh sangat besar Noli Me Tangere
(Jangan Sentuh aku) dan El Filibusterismo (Subversif). Bukan kebetulan bahwa
pada pertengahan abad ke-19, produksi novel-novel besar sebagai “Republik Global Kesusastraan” mulai
meluas ke seluruh dunia. Dari Moby Dick karya Melville (1819), Max Havelaar
karya E. D. Dekker dari Belanda (1860)[2],
Karya Leo Tolstoi dari Russia (1828), novel karya Tagore dari Bengali (1861)
hingga Natsumi Soseki dari Jepang (1867).[3]
Tetapi, diawal penjelasan mengenai kehidupan Rizal, Ben Anderson mencoba
melihat rekan sebangsa Rizal yang sesungguhnya memiliki kemampuan yang justeru
melebihi Rizal dari segi kualitas. Orang itu adalah Isabelo de los Reyes.
Isabelo merupakan
seorang antropolog pertama asal Filiphina yang mengusung Folklore. Baginya
Folklore merupakan Ilmu baru. Folklore artinya “Kearifan lokal.” Memang kemunculan
bidang kajian ini termasuk baru juga ditanah kelahirannya; Eropa. Menarik bahwa
folklore sudah menjadi kajian di Inggris, lalu Perancis kemudian Filiphina! Dan spanyol, seperti biasa ketinggalan
secara intelektual.[4]
Pertanyaannya
sederhana, mengapa Folklore? Apakah tidak ada kajian lain yang bisa
membangkitkan semangat juang nasionalisme? Hal ini terjawab dengan kondisi
bahwa tidak ada yang tersisa bagi rakyat Filiphina sebelum Kolonialisasi—tidak
ada sejarah yang tersisa.[5]
Sudah disebutkan bahwa Islam dan Budhisme hanya memiliki pengaruh yang tipis
terhadap rakyat Filiphina, maka wajar bila upaya kristenisasi masuk tanpa
hambatan berarti. Dari sudut pandang ini, folklore dapat menggantikan kemegahan
masa lalu.
Sikap Antikolonial
Rizal satu paket dengan anti-katolik, sebab sampai dititik akhir, Vatikan selalu
menunjukan sebagai pendukung politik kolonial Spanyol, ditambah dengan prilaku
tidak adil pihak katolik Filiphina dengan penyerobotan tanah keluarga Rizal
sebagai respon atas kritik rizal terhadap Katolik dalam novelnya, serta
beberapa insiden tidak dibolehkannya Rizal menikah secara katolik.
Tetapi kemalangan
penulis satu ini tidak hanya itu, rencana Rizal untuk hidup damai di sebuah
wilayah di pulau Kalimantan gagal, nama besarnya malah merugikannya,[6]
prilaku santunnya[7]
yang tidak mengubah keputusan penangkapan atas dirinya; sampai eksekusi,[8]
dan berkali-kali berusaha menunjukan ketidak terlibatannya atas perlawanan
terhadap penguasa kolonial melalui surat-suratnya[9]
terhadap Fernando Blumentritt yang sangat mengharukan.
“saudaraku tercinta,
Saat Engkau menerima Surat ini, aku sudah tidak ada. Esok pada pukul 7, aku
akan ditembak; namun aku tidak bersalah atas tuduhan melakukan pemberontakan.”
Ditengah
penyangkalannya atas tuduhan-tuduhan tersebut, novelnya mampu menyajikan
imajinasi Nasionalisme Filiphina yang menjadi motor pemberontakan Katipunan.[10]
Ben, membuktikan berkali-kali bahwa pengaruh besar Rizal bukan berasal dari
kehidupan pribadinya, namun dari pengaruh daya imajinasi yang dihasilkan oleh
novelnya, sangat berbahaya dilihat dari kondisi politik saat itu. Meskipun itu
hanya khayalan tentang masa depan Filiphina sekalipun. Disisi lain, anarkisme
sedang tumbuh sebagai perpecahan dari perkumpulan Komunis internasional.[11]
Berbagai upaya pemberontakan dan aksi anarkisme atau Bendera Hitam[12]
untuk menjatuhkan kekuatan kolonial ini tidak hanya di Spanyol, tapi Perancis,
Jerman, Amerika Serikat, Italia, Serbia[13]
dan pembunuhan beruntun di Russia oleh kaum Nihilis.[14]
Seperti Sergei Nechayev
hingga Vera Zasuclich. Yang terakhir ini adalah seorang yang pertama kali
menerjemahkan karya Marx ke bahasa Russia. Pembunuhan tokoh politik yang paling
gencar tersebut dibantu dengan ditemukannya Dinamit oleh Alfred Nobel.[15]
Teror pembunuhan dimana-mana. Melaui tiga cara; Tikam, tembak dan ledak.[16]
Disisi lain kekuatan Nasionalisme secara global mencapai Cina dan Jepang
sebagai tempat pengasingan yang nyaman.
Lalu bagaimana
peristiwa di Cuba, dan peran Tarrida yang cukup sentral melalui
artikel-artikelnya yang sangat tajam mengenai kemerdekaan Cuba, Puerto Rico dan
serangannya atas keberadaan Montjuich; sebuah penjara yang paling kejam di
Spanyol, justru semua orang mengetahuinya melalui tulisan Tarrida.[17]
Situasi yang kompleks
tersebut; Anarkisme sebagai kekuatan
baru yang menakutkan kekuasaan kolonial, serta kekuatan anti-kolonial yang
imajinasinya mampu melewati batas-batas bahasa dan geografi diartikan sebagai
kekuatan zaman globalisasi pertama
yang meletus pada akhir abad ke-19. Narasi
ini kemudian dirangkai dengan kisah-kisah unik yang tidak mampu dijelaskan oleh
kajian satu dimensi keilmuan. Disinilah akhirnya Ben Anderson disebut sebagai
Astronomi Politik. Meneropong sejarah layaknya cahaya bintang melalui kegelapan
dan Imajinasi. Cukup mengejutkan, bahwa untuk memahami babakan baru Globalisasi
pertama ini, Ben Anderson mengutip istilah yang hanya ditemukan di Indonesia, yang
ditulis Oleh Sutan Sjahrir. Ketika itu Sjahrir mencoba untuk menggambarkan
kondisi saudara sebangsanya pada perjuangan kemerdekaan tahun 1945 dengan
istilah “Gelisah”. Suatu kata yang
sulit dicari padanan katanya dalam bahasa Inggris, yang makna semantiknya
meliputi Anxious (cemas), trembling (gemetar), unmoored (tanpa pegangan), expectant (menanti-nanti).[18]
Jung
Coffee, Rawamangun 28 Oktober 2015
[1] Mengenai hal ini, Ben Anderson membuat sub judul tersendiri sebagai
“Keretakan dalam kelompok Nasionalis Imigran”. Narasi ini dimulai dengan
terbitnya La Solidaridad oleh
sekelompok Filiphina di Barcelona. Penerbitan ini berbarengan dengan beberapa
jurnal marxist dan anarkis. Lihat, 146. Disinilah interaksi pertama Rizal
dengan Del Pilar yang memiliki cita-cita kemerdekaan yang jelas, tetapi
mendukung program Asimilasi Spanyol-Filiphina melalui kalangan politik Liberal
di Madrid.
[2] Rizal mengakui sendiri dirinya banyak terpengaruh oleh novel Multatuli
(Max Havelaar) Atau bila Max Havelaar adalah novel anticolonial pertama yang
ditulis oleh orang Eropa sendiri, maka El Filibusterismo merupakan novel
anticolonial yang pertama ditulis oleh pribumi/terjajah!, lihat, hlm.71
[3] Hlm.43
[4] Hlm.4
[5] Baik Isabelo dan Rizal tidak mampu menemukan, dengan perasaan
menyerah, data historis bahwa Filiphina memiliki kebanggaan masa lalu yang
patut diperjuangkan sebagai orientasi kemerdekaan. Lihat, Hlm 37. Untuk
komparasi, bisa dibandingkan dengan Sejarah Kemerdekaan Indonesia. Perjuangan Kemerdekaan
Indonesia dapat menemukan berbagai kemegahan masa lalu dari |Era Kemaritiman,
kesultanan-kesultanan Besar hingga kerajaan-kerajaan besar era Hindhu-Budha
seperti Sriwijaya atau Majapahit.
[6] “Bangsaku: sepulang dari
Spanyol aku tahu bahwa namaku telah dipakai sebagai pekik perang dikalangan
tertentu yang mengangkat senjata…” lanjutannya bisa dibaca, lihat hlm.
249-150.
[7] Tidak pernah terlibat dalam berbagai kegiatan subversive dan
anarkis, membangun komunikasi yang intens dengan penguasa colonial, tidak
menghentikan penguasa Kolonial Spanyol memukul rata dengan pelaku yang
jelas-jelas melakukan tindakan tersebut. Atau lihat pengakuan Blanco, seorang
kapten-jendral yang mengirimkan surat ke Madrid untuk membuktikan Rizal tidak
terlibat pemberontakan. Lihat hlm. 243
[8] Memang semua pihak menyadari bahwa pihak kolonial terlalu
terburu-buru mengeksekusi Rizal tanpa alasan hukum yang kuat, akan tetapi
dilihat dari sikap kolonial, maka pengaruh Rizal terhadap setiap pemberontakan
di Filiphina lah yang terlalu kuat, meski berkali-kali Rizal menyanggahnya.
Rizal dieksekusi pada 30 Desember 1896, pada subuh, dieksekusi ditembak dari
arah belakang oleh regu tembak. Adegan ini dijadikan monument oleh rakyat
Filiphina, lihat hlm.252.
[9] Surat-surat yang mencapai 70 halaman ini surat yang sangat tebal
yang pernah dibuat seorang Asia Modern dimasanya.
[10] Kelompok pemberontakan terbesar Filiphina akhir abad ke-19. Didirikan
oleh Andres Bonifacio, tetapi ia di dihukum mati justru oleh tuduhan berhianat
pada revolusi yang ia sulut sendiri. Ia dieksekusi oleh pihak Emilio Aguinaldo
seorang walikota ambisius. Hlm.279-280
[11] Pada Umumnya kita ketahui bahwa Perpecahan ini diawali oleh
perdebatan Marx dan Bakunin dalam melihat Negara di kongres Komintern, Lihat,
hlm. 108-109
[12] Sub judul ini khusus menceritakan bagaimana kaum Nihilis Russia dan
kaum Anarkis bercampuraduk untuk melaksanakan gerakan-gerakan terror pembunuhan
politik yang disebut oleh ben Anderson sebagai Le Drapeau Noir (Bendera Hitam),
lihat hlm.106-122
[13] Table pembunuhan politik selama 20 tahun sebelum Perang Dunia I,
lihat hlm.114
[14] Pembunuhan terhadap Pangeran, Gubernur, Gubernur Militer St.
Petersburg, kepala Polisi Rahasia, percobaan pembunuhan Tsar dan banyak lagi,
lihat hl. 107-108.
[15] Lihat, 106
[16] Lihat gambar titik-titik pembunuhan global dalam peta hlm.118
[17] Tadinya merupakan seorang Liberalis yang semakin kiri dalam
beberapa tahap. Lihat hlm. 258-261
[18] Lihat, hlm.188