Oleh: Aswin Setiawan*
“Ide yang jatuh dari
langit tidak mungkin subur tumbuhnya, hanya ide yang berakar kebumi yang
mungkin tumbuh dengan baiknya”
Soe Hok Gie
Dibawah lentera
merah, begitulah Soe Hok Gie menulis sebuah skripsi sebagai syarat untuk menempuh
ujian sarjana muda di jurusan Sejarah, fakultas Sastra, Universitas Indonesia.
Berangkat dari ketertarikannya terhadap tokoh-tokoh Marxis yang menurut Gie
memiliki watak yang unik. Disini Gie coba melihat perkembangan awal komunisme
di Indonesia yang dalam hal ini Gie memulai dengan Sarekat Islam (SI) Semarang.
Permulaan abad
ke-20 merupakan periode paling menarik dalam sejarah pergerakan Indonesia,
karena diperiode itulah terjadi perubahan sosial yang besar karena faktor;
pesatnya perkembngan pendidikan ala
Barat, pertumbuhan penduduk yang cepat, dan
munculnya kota-kota industri besar seperti Semarang, Surabaya, Batavia
(Jakarta), dll. Masuknya pengaruh modern menyebabkan terjadinya benturan dengan
nilai-nilai tradisional mereka, malah ada yang mulai melepaskannya walaupun
pegangan yang baru belum ada. Sebagian dari mereka mencarinya dalam
pemikiran-pemikiran Islam, sedangkan
yang lainnya mencari dengan menggali kembali kebudayaan lama untuk disesuaikan
dengan dunia mereka yang modern (akulturasi),
kemudian yang lainya lagi mencari didalam pemikiran-pemikiran barat.
Dengan jubah
modern, pada awal abad ke-20 banyak aliran yang bertentangan, kadang-kadang
berbagai organisasi saling menjatuhkan. Jika kita membuka sedikit saja jubah
modern itu kita akan melihat sesungguhnya makna daripada gerakan itu, mereka
tidak lain merupakan kelanjutan bentuk dari kelompok-kelompok yang sudah ada
dalam masyarakat tradisional. Gerakan sosialistik Sarekat Islam Semarang mereka
samakan dengan gerakan saminis yang menghebat pada tahun 1917. Organisasi
Sarekat Islam semarang merupakan gerakan yang tidak mungkin melepaskan dirinya
dari zaman lampaunya. Ide tokoh-tokohnya mau tidak mau merupakan kelanjutan
dengan gagasan yang hidup pada pra abad ke-20.
Dibawah lentera
merah merupakan sebuah usaha untuk melihat salah satu bentuk pergerakan rakyat
Indonesia pada awal abad ke-20. Sarekat Islam semarang merupakan organisasi
yang paling agresif pada tahun 1917 dimana tendensi-tendensi solsialistik mulai
jelas dan pada tahun 1920 mentransformasikan diri menjadi partai komunis
Indonesia. Ketika Semaun mengambil alih pimpinan Sarekat Islam Semarang dari
Moehammad Joesoef mulailah adanya perubahan orientasi gerakan SI Semarang.
Dibawah Semaoen,
SI Semarang memiliki banyak pendukung dari kalangan Buruh dan rakyat kecil
(petani). Di fase inilah kemudian lahir gerakan kaum marxis pertama di
Indonesia. Proses perevolusioneran SI Semarang tidak saja dipengaruhi
pergantian di tubuh SI Semarang tetapi juga disebabkan oleh keadaan masyarakat
yang disebabkan oleh keadaan ekonomi dan intelektualnya. Mulai dari masalah
agraria, reaksi terhadap pembentukan Volksraad dan indie weerbaar, wabah
penyakit.
Gesekan-gesekan
yang terjadi antara SI Semarang dengan CSI, yaitu antara kelompok Semaoen
dengan kelompok Abdul Muis semakin mewarnai dinamika pergerakan Indonesia.
Cokroaminoto yang tidak ingin terjadi perpecahan didalam Sarekat Islam mencoba
mendamaikan dengan cara menarik persamaan antara Islam dan Sosialisme. Tetapi
usaha ini sia-sia ketika CSI dikuasai oleh Abdul Muis, dengan menerapkan
disiplin partai Muis melarang keorganisasian ganda dalam tubuh SI. Para anggota
SI Semarang kebanyakan juga merupakan anggota ISDV, Muis tidak mau SI dijadikan
kepanjangan tangan ISDV. ISDV
merupakan organisasi yang dikendalikan oleh Sneevliet seorang tokoh sosialis
Belanda yang dibuang ke Hindia Belanda akibat aktivitas politiknya. Ketika tiba
di Surabaya lalu tak lama kemudian dipindahkan ke Semarang, dikota inilah
Sneevliet menemukan Semaoen dan membuatnya menjadi soerang marxis.
Setelah semaoen
menarik semua anggota SI Semarang dan merubahnya menjadi SI Merah sebagai
tandingan SI Putih. semakin jelas warna marxis dalam tubuh organisasi ini. Kemudian
ISDV pada bulan mei 1920 menjadi Partai Komunis Indonesia dimana SI Merah ikut
didalamnya. Aksi pemogokan oleh buruh yang diorganisir PKI dan mobilisasi massa
menarik perhatian pemerintah Hindia Belanda dengan melakukan pengawasan ketat
melalui PID terhadap PKI. Petualangan PKI berakhir ketika organisasi ini
melakukan perlawan pada 1926/1927 yang menyebabkan banyak pemimpinnya dibunuh
dan dibuang ke Boven Digoel dan membuat gerakan komunis di Indonesia hancur
sebelum bangkit kembali pada masa setelah Indonesia merdeka.
*Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial UNJ
No comments:
Post a Comment